Pages

Friday, March 22, 2013

Histamin dan Antihistamin


A.HISTAMIN
Histamin adalah senyawa normal yang ada dalam jaringan tubuh, yaitu pada jaringan sel mast dan peredaran basofil, yang berperan terhadap berbagai fisiologis penting. Histamin dikeluarkan dari tempat pengikatan ion pada kompleks heparin-protein dalam sel mast, sebagai hasil reaksi antigen-antibodi, bila ada rangsangan senyawa alergen. Histamin cepat dimetabolisis melalui reaksi oksidasi, N-metilasi dan asetilasi. Sumber histamin dalam tubuh adalah histidin yang mengalami dekarboksilasi menjadi histamin. Histamin menimbulkan efek yang bervariasi pada beberapa organ, antara lain yaitu :
1.  Vasodilatasi kapiler sehingga permeabel terhadap cairan dan plasma protein sehingga 
     menyebabkan sembab, rasa gatal, dermatitis, dan urtikaria.
2.   Merangsang sekresi asam lambung sehingga menyebabkan tukak lambung.
3.   Meningkatkan sekresi kelenjar.
4.   Meningkatkan kontraksi otot polos bronkus dan usus.
5.   Mempercepat kerja jantung.
6.   Menghambat kontraksi uterus.
Efek diatas umumnya merupakan fenomena alergi pada keadaan tertentu kadang – kadang menyebabkan syok anafilaksis yang dapat berakibat fatal. Mediator reaksi hipersensitivitas adalah antibodi IgE yang terikat pada sel sasaran, yaitu basofil, platelet, dan sel mast. Sel sasaran tersebut dapat melepaskan mediator kimia, seperti histamin, faktor kemostatik eosinofil, slow reacting substance (SRS), serotonin, bradikinin, heparin, dan asetilkolin.
Karena histamin merupakan mediator kimia yang dikeluarkan pada fenomena alergi. Penderita yang sensitif terhadap histamin atau mudah terkena alergi disebabkan jumlah enzim-enzim yang dapat merusak histamin di tubuh, seperti histaminase dan diamino oksidase, lebih rendah dari normal. Histamin tidak digunakan untuk pengobatan, garam fosfatnya digunakan untuk mengetahui berkurangnya sekresi asam lambung, untuk diagnosis karsinoma lambung dan untuk kontrol positif  pada uji alergi kulit.
Mekanisme Kerja :
Histamin dapat menimbulkan efek bila berinteraksi dengan reseptor histaminergik, yaitu reseptor H1, H2, H3. Interaksi histamin dengan Hmenyebabkan kontraksi dengan otot polos usus dan bronki, meningkatkan permeabilitas vaskular dan meningkatkan sekresi mukus, yang dihubungkan dengan peningkatan cGMP dalam sel. Interaksi dengan resptor Hjuga menyebabkan vasodilatasi arteri sehingga permeabel terhadap cairan dan plasma protein, yang menyebabkan sembab, pruritik, dermatitis dan urtikaria. Efek ini diblok oleh antagonis H1.
Interakasi histamin dengan reseptor Hdapat meningkatkan sekresi asam lambung dan kecepatan kerja jantung. Produksi asam lambung disebabkan penurunan cGMP dalam sel dan peningkatan cAMP. Peningkatan seksresi asam lambung dapat menyebabkan tukak lambung. Efek ini diblok oleh antagonis H2.
Reseptor H adalah reseptor histamin yang baru diketemukan pada tahun 1987 oleh Arrang dkk., terletak pada ujung saraf aringan otak dan jaringan perifer, yang mengontrol sintesis dan pelepasan histamin, mediator alergi lain dan peradangan. Efek ini diblok oleh antagonis H3.

B. ANTIHISTAMIN
Antihistamin adalah obat yang dapat menghilangkan atau mengurangi kerja histamin dalam tubuh melalui mekanisme penghambatan bersaing pada sisi reseptor H1, H2, H3. Efek antihistamin bukan suatu reaksi antigen-antibodi karena tidak dapat menetralkan atau mengubah efek histamin yang sudah terjadi. Antihistamin pada umumnya tidak dapat mencegah produksi histamin. Antihistamin bekerja terutama dengan menghambat secara bersaing interaksi histamin dengan reseptor khas.
Berdasarkan hambatan pada reseptor khas, antihistamin dibagi menjadi tiga kelompok yaitu :
Antagonis - H1,  terutama digunakan untuk pengobatan gejala-gejala akibat reaksi alergi.
Antagonis-H2, digunakan untuk mengurangi sekresi asam lambung pada pengobatan penderita tukak lambung.
Antagonis-H3, sampai sekarang belum digunakan untuk pengobatan masih dalam penelitian lebih lanjut dan kemungkinan berguna dalam pengaturan sistem kardiovaskular, pengobatan alergi dan kelainan mental.

Sumber :
Siswandono dan Bambang Soekardjo. 2000. Kimia Medisinal. Surabaya : Airlangga University Press. Hal. 185 – 187.

3 comments: